Ennis (1985 dalam Costa, 1985) memperkenalkan berpikir kritis sebagai berpikir reflektif yang difokuskan pada membuat keputusan mengenai apa yang diyakini atau dilakukan. Batasan berpikir kritis yang lebih komprehensif dikemukakan oleh Facione (2006) sebagai pengaturan diri dalam memutuskan (judging) sesuatu yang menghasilkan interpretasi, analisis, evaluasi, dan inferensi, maupun pemaparan menggunakan suatu bukti, konsep, metodologi, kriteria, atau pertimbangan kontekstual yang menjadi dasar dibuatnya keputusan. Berpikir kritis penting sebagai alat inkuiri. Berpikir kritis merupakan suatu kekuatan serta sumber tenaga dalam kehidupan bermasyarakat dan personal seseorang.
Pemikir kritis yang ideal memiliki rasa ingin tahu yang besar, teraktual, nalarnya dapat dipercaya, berpikiran terbuka, fleksibel, seimbang dalam mengevaluasi, jujur dalam menghadapi prasangka personal, berhati-hati dalam membuat keputusan, bersedia mempertimbangkan kembali, transparan terhadap isu, cerdas dalam mencari informasi yang relevan, beralasan dalam memilih kriteria, fokus dalam inkuiri, dan gigih dalam mencari temuan. Dalam bentuk sederhananya, berpikir kritis didasarkan pada nilai-nilai intelektual universal, yaitu: kejernihan, keakuratan, ketelitian (presisi), konsistensi, relevansi, fakta-fakta yang reliabel, alasan-alasan yang baik, dalam, luas, dan sesuai (Scriven dan Paul, 2007).
Menurut Ennis (1985 dalam Costa, 1985) dalam Goals for a Critical Thinking Curiculum, berpikir kritis meliputi karakter (disposition) dan keterampilan (ability). Karakter dan keterampilan merupakan dua hal terpisah dalam diri seseorang. Dari perspektif psikologi perkembangan, karakter dan keterampilan saling menguatkan, karena itu keduanya harus secara eksplisit diajarkan bersama-sama (Kitchener dan King, 1995 dalam Facione et al., 2000).
Karakter (disposition) tampak dalam diri seseorang sebagai pemberani, penakut, pantang menyerah, mudah putus asa, dan lain sebagainya. John Dewey menggambarkan aspek karakter dari berpikir sebagai “atribut personal” (Dewey, 1933 dalam Facione et al., 2000). Suatu karakter (disposisi) manusia merupakan motivasi internal yang konsisten dalam diri seseorang untuk bertindak, merespon seseorang, peristiwa, atau situasi biasa. Berbagai pengalaman memperkuat teori karakter (disposisi) manusia yang ditandai sebagai kecenderungan yang tampak, yang dapat dengan mudah dideskripsikan, dievaluasi, dan dibandingkan oleh dirinya sendiri dan orang lain. Mengetahui karakter (disposisi) seseorang memungkinkan kita memperkirakan, bagaimana seseorang cenderung bertindak atau bereaksi dalam berbagai situasi (Facione et al., 2000).
Berbeda dengan karakter, keterampilan dimanifestasikan dalam bentuk perbuatan. Seseorang dengan keterampilan yang baik cenderung mampu memperlihatkan sedikit kesalahan dalam mengerjakan tugas-tugas sedangkan orang yang kurang terampil membuat kesalahan yang lebih banyak bila diberikan sejumlah tugas yang sama (Facione et al., 2000).
Dalam model yang diadaptasi dari Triandis (1979, dalam Rickets dan Rudd, 2005), keterampilan berpikir kritis merupakan perilaku yang dipengaruhi oleh karakter berpikir kritis dan sejumlah faktor pendukung. Berikut merupakan skema faktor-faktor yang mempengaruhi keterampilan berpikir kritis (Triandis, 1979 dalam Rickets dan Rudd, 2005).
Sementara itu, sebuah penelitian korelasi yang dilaksanakan untuk mengetahui hubungan Grade Point Average (GPA) terhadap keterampilan berpikir kritis menghasilkan temuan korelasi yang rendah sebesar 0,20 (Facione et al., 2000). Juga penelitian yang dilakukan kepada mahasiswa fakultas pertanian menunjukkan bahwa terdapat korelasi sebesar 0,23 antara GPA dengan kemampuan menganalisis. Selain itu korelasi sebesar 0,19 terjadi antara GPA dengan kemampuan inferensi, dan korelasi sebesar 0,10 antara GPA dan kemampuan mengevaluasi (Ricketts dan Rudd, 2005).
Ada 13 indikator karakter berpikir kritis yang dikembangkan Ennis (1985, dalam Costa, 1985), yaitu:
- Mencari pertanyaan jelas dari teori dan pertanyaan.
- Mencari alasan.
- Mencoba menjadi yang teraktual.
- Menggunakan sumber-sumber yang dapat dipercaya dan menyatakannya.
- Menjelaskan keseluruhan situasi.
- Mencoba tetap relevan dengan ide utama.
- Menjaga ide dasar dan orisinil di dalam pikiran.
- Mencari alternatif.
- Berpikiran terbuka.
- Mengambil posisi (dan mengubah posisi) ketika bukti-bukti dan alasan-alasan memungkinkan untuk melakukannya.
- Mencari dokumen-dokumen dengan penuh ketelitian.
- Sepakat dalam suatu cara yang teratur dengan bagian-bagian dari keseluruhan kompleks.
- Peka terhadap perasaan, pengetahuan, dan kecerdasan orang lain.
Selain itu, masih ada 12 indikator keterampilan berpikir kritis yang terbagi ke dalam lima kelompok besar berikut ini.
- Memberikan penjelasan sederhana: a) memfokuskan pertanyaan, b) menganalisis argumen, c) bertanya dan menjawab tentang suatu penjelasan atau tantangan.
- Membangun keterampilan dasar: d) mempertimbangkan kredibilitas sumber, e) mengobservasi dan mempertimbangkan suatu laporan hasil observasi.
- Menyimpulkan: f) mendeduksi dan mempertimbangkan hasil deduksi, g) menginduksi dan mempertimbangkan hasil induksi, h) membuat dan menentukan nilai pertimbangan.
- Memberikan penjelasan lebih lanjut: i) mendefinisikan istilah dan mempertimbangkan definisi, j) mengidentifikasi asumsi.
- Mengatur strategi dan taktik: k) menentukan tindakan, l) berinteraksi dengan orang lain.
Dari 13 indikator karakter dan 12 indikator keterampilan berpikir kritis yang telah dipaparkan, hanya tiga indikator karakter dan dua indikator keterampilan yang dikembangkan dalam penelitian ini.
Beberapa hasil penelitian pendidikan menunjukkan bahwa berpikir kritis ternyata mampu menyiapkan peserta didik berpikir pada berbagai disiplin ilmu, serta dapat dipakai untuk pemenuhan kebutuhan intelektual dan pengembangan potensi peserta didik, karena dapat menyiapkan peserta didik untuk menjalani karir dan kehidupan nyatanya (Liliasari, 1996; Adams, 2003). Lebih lanjut, Chiras (1992, dalam Kurniati, 2001) menjelaskan bahwa berpikir kritis yang dipelajari dalam kelas sains juga mempengaruhi hidup siswa jauh setelah mereka meninggalkan pendidikan formal mereka dengan memberikan alat dimana mereka dapat menganalisa sejumlah besar isu yang akan mereka hadapi dalam kehidupan mereka sehari-hari. Sayangnya, sistem pendidikan tidak mengajarkan bagaimana cara berpikir. Sistem pendidikan lebih menitikberatkan pada penyampaian informasi daripada pengembangan kemampuan berpikir. Padahal informasi belum menjadi pengetahuan sampai pikiran manusia menganalisanya, menerapkannya, mensintesisnya, mengevaluasinya dan mengintegrasikannya ke dalam kehidupan sehingga informasi dapat digunakan untuk tujuan produktif, yaitu membuat keputusan dan memecahkan masalah (Chafee, 1999 dalam The Monthly Aspectarian, 1999).
Masalah yang berhubungan dengan pengembangan berpikir kritis dalam pembelajaran sering luput dari perhatian guru. Pengembangan berpikir kritis hanya diharapkan muncul sebagai efek pengiring (nurturan effect) semata. Mungkin juga guru tidak memahami bagaimana cara mengembangkannya sehingga guru kurang memberikan perhatian secara khusus dalam pembelajaran (Redhana, 2007).
Mengingat pentingnya melatihkan berpikir kritis selama pembelajaran, guru-guru seharusnya memberikan perhatian pada keterampilan tersebut selama pembelajaran karena siswa yang memiliki kemampuan berpikir yang baik, maka baik pula kemampuannya dalam menyusun strategi dan taktik agar dapat meraih kesuksesan dalam persaingan global di masa depan. Melalui berpikir kritis, siswa diajak berperan serta secara aktif dan efektif untuk membangun pengetahuannya sendiri (King, 1994; Mayborn dan Lesher, 2000; Sullenger et al., 2000 dalam Rankey, 2003 ).
Peranan guru untuk mengembangkan berpikir kritis dalam diri siswa adalah sebagai pendorong, fasilitator, dan motivator. Tidak ada kata terlambat bagi guru untuk melakukannya karena menurut Lang (2006) berpikir kritis dapat dipelajari dan ditingkatkan bahkan pada usia dewasa. Agar proses berpikir kritis terjadi dalam pembelajaran diperlukan adanya perencanaan yang spesifik pada materi, konstruk, dan kondisi (Winococur 1985, dalam Costa 1985, Arifin et al., 2003). Materi dalam kurikulum disusun secara sistematis agar dapat dengan mudah diasimilasi. Konstruk bertujuan agar siswa dapat membangun struktur kognitifnya. Kondisi dimaksudkan agar siswa belajar sesuai dengan urutan untuk mengembangkan struktur kognitifnya dan menggunakan struktur kognitifnya dalam memecahkan masalah yang dihadapi masyarakat.
Berpikir kritis dapat dikembangkan dengan memperkaya pengalaman siswa yang bermakna. Pengalaman tersebut dapat berupa kesempatan berpendapat secara lisan maupun tulisan layaknya seorang ilmuwan (Curto dan Bayer, 2005). Diskusi yang muncul dari pertanyaan-pertanyaan divergen atau masalah tidak terstruktur (ill-structured problem), serta kegiatan praktikum yang menuntut pengamatan terhadap gejala atau fenomena akan menantang kemampuan berpikir siswa (Broadbear, 2003). King dan Kitchener (1994, dalam Broadbear, 2003) menjelaskan masalah tidak terstruktur sebagai sesuatu yang “tidak dapat dipaparkan oleh tingkatan kekomprehensivan yang tinggi; tidak dapat dipecahkan walaupun dengan keyakinan yang tinggi; dimana ahli-ahli sering tidak sepakat mengenai solusi terbaik, bahkan ketika masalah dapat tuntas dipecahkan.
Odmundsen (2005) memberikan sampel kasus yang dapat digunakan untuk mengembangkan keterampilan berpikir kritis siswa. Guru meminta siswa untuk membentuk kelompok diskusi, setiap kelompok diberikan artikel berita mengenai kesehatan reproduksi untuk dianalisis, kemudian mereka diminta memutuskan setuju/tidak setuju dengan pernyataan yang dijustifikasi oleh fakta-fakta yang dikutip dalam artikel. Banyak cara untuk menilai berpikir kritis, yaitu dengan menilai kinerja, format rating, rubrik, dan portofolio. Riset psikologi dan pendidikan menunjukkan bahwa tes pilihan ganda valid dan reliabel dalam mengukur keterampilan kognitif tingkat tinggi (Haldyna, 1994 dalam Facione et al., 2000). Bila didasarkan kepada tingkat perkembangan kognitif yang dikemukakan oleh Piaget (1950, dalam Setiono, 1983), maka usia siswa sekolah menengah termasuk ke dalam tingkat berpikir operasional formal. Pada tahap ini, proses berpikir kritis sudah dapat dikembangkan (Presseisen, 1985 dalam Costa, 1985).
Daftar Pustaka (bisa dipesan bila di butuhkan)
Maaf sebelumnya, boleh minta daftar pustakanya? Buat keperluan pembuatan skripsi saya
artikelnya sangat bagus Pak, sangat membantu dalam pembuatan proposal saya..maaf Pak kalau boleh saya mau meminta daftar pustakanya Pak, , tlg bisa dikirim ke email saya untungdesypurnamasari@gmail.com.. terima kasih Pak
assalamualaikum,..artikelnya sangat bagus pak, sangat membantu dalam pembuatan proposal saya..maaf pak kalau boleh saya mau meminta daftar pustakanya pak, , tlg bisa dikirim ke email saya uswasanah77@gmail.com.. terimakasih
Maaf mbak mau tanya sudah dapat daftar pustakanya? Kalau sudah boleh minta buat pembuatan skripsi saya
boleh saya minta daftar pustakanya ini sangat membantu pak. boleh kirimke email sofiaharifa@gmail.com… terimakasih
tulisannya sangat bagus dan membantu saya dalam penulisan tesis saya, boleh saya minta daftar pustakanya pak, tolong dikirim ke alamat email smithneta@gmail.com. terima kasih pak.
tulisannya sangat bagus dan membantu menemukan referensi dalam pembuatan tesis saya, boleh saya minta daftar pustakanya pak, tolong dikirim ke email smithneta@gmail.com, terima kasih pak.
assalamu’alaikum,, mohon maaf saya boleh minta daftar pustakanya? soalx ini sangat membantu saya dalam menyusun proposal skripsi. bisa dikirim ke erys.math.ew@gmail.com
terima kasih:)
boleh minta daftar pustakanya ? tolong kirim ke lelouch.die@gmail.com
terima kasih sebelumnya
bisa minta daftar pustaka tulisan ini?
klo boleh kirim ke lutfidaus@gmail.com
sya terkendala dengan instrumen berfikir kritis tentang materi tekanan. mohon bantuannya pak.
klau bisa kirim ke email sya ya pak.
nufus.hayat@ymail.com
sya di minta membuat instrumen materi tekanan untuk instrumen berfikir kritisnya pak. saya terkendala di Instrumennya pak.susah juga yah buat instrumen.
bisa nda saya minta instrumennya??? saya sangat mengharapkan bantuannya pak.
kalau bisa minta tlong kirim ke email ini ya pak
nufus.hayat@ymail.com
da gk penjelasan dari 5 indikator berpikir kritis menurut ennis itu? klo da tolong donk dijelaskan
ada instrumen ketrampilan berpikir kritis materi usaha, energi dan pesawat sederhana untk smp g? atau materi tekanan, getaran dan gelombang, optika?
Sangat Membantu ni postingannya pak ” Berpikir kritis”
bisa nda Pak Minta Instruemennya???
KELAS X SUHU DAN KALOR HARAP KONFIRMASINYA YAH PAK DI
Baya_ferdanova@yahoo.com.
Terimahkasih sebelumnya pak. *_*
Pak’ Bisa nda minta instrumen Berpikir Kritisnya???
Untuk SUHU & KaLOR KELAS X??? Jujur saya terkendala di Instrumen nih….
Pusing *__^
artikelnya sangat membantu pak.
berhubung bapak dari fisika juga,saya sangat mengharapkan bantuannya.penelitian saya terkendala di Instrumennya pak.susah juga yah buat instrumen.
bisa nda saya minta instrumennya???
haraf konfirmasinya yah pak di email: Benyferdanova@yahoo.co.id
artikelnya sangat membantu saya, bisa minta daftar pustakany pak? untuk pedoman skripsi saya, terima kasih.
dikalangan pendidik ada yang beranggapan bahwa keterampilan berpikir kritis itu sama dengan keterampilan proses, bagaimana menurut anda? bukankah sangat jelas dalam revisi bloom telah menekankan adanya perbedaan antara keduanya baik dari segi domain knowledge maupun domain cognitive proses?
bro, bisa minta contoh instrumen atau tes untuk mengukur KBK gak? tolong email ke: hidayat_fiska@yahoo.com yah….urgen banget n butuy banget buat tugas akhir…….. bermanfaat banget tulisan nya
Tidak/blm ada instrumen baku untuk mengukur KBK yang berlaku umum. Biasanya instrumen KBK dikembangkan sendiri oleh peneliti sesuai dengan indikator KBK yang akan diukur, juga sesui dengan karakteristik materi yang akan diajarkan. Tidak semua indikator KBK cocok untuk setiap topik materi, dengan demikian perlu dilakukan analisis konsep terhadap materi yang akan diajarkan guna menelaah indikator2 KBK yang paling cocok untuk digunakan. Saya pernah mengembangkan instrumen untuk mengukur KBK dengan menggunakan 5 indikator KBK untuk pokok bahasan “Magnetisme”. Anda juga dapat melakukan hal yang sama, tentunya instrumen KBK yang sdh anda buat harus divalidasi dulu oleh ahli (expert judgement) sebelum digunakan pada penelitian. Trmksh.
Terimkasih sekali, artikel ini yang saya cari
Minta daftar pustaka’y donk..
makasi,, sgt bermanfaat,,
punya buku sumber yang langsung dr ennis g? boleh minta,, minta kirim ke email di bwh ya,,
muryati_pkr08@yahoo.com
makasi
saya mau liat daftar pustaka artikel ini dong..trims
posting yang menarik dan inspiring untuk mendukung teori Vygotsky diterapkan dlm pembelajaran di Indonesia. mohon bantuan admin, sekiranya daftar pustaka posting di atas dapat di kirimkan via e-mail. terima kasih.
Saya tertarik tentang melatihkan keterampilan berpikir kritis dan akan saya gunakan untuk penelitian thesis saya di sma katolik santa Agnes Surabaya, mohon dikirimkan melalui email saya untuk daftar pustaka terimakasih
dear admin, saya mohon info ttg daftar pustakany untuk referensi penelitian saya..
trims.
Hallo salam kenal… tolong dong refrensinya ditulis semua dg lengkap, mulai dari pengarangnya, judul, kota, nama & tahun terbinya, coz aku butuh buat ngerjain tesis, thanks…
Hallo salam kenal, Tolong dong referensinya ditulis semua dengan lengkap, mulai dr pengarangnya, judulnya, kota, tahun & nama penerbit, coz aku butuh buat ngerjain tesis. thanks
sblumnya maaf, alnya dalam materi alat optik bnyk gambrnya..
Makasih ya,,,postingnya bagus bgt, bisa tolong buatkan contoh soal- soal yang menunjukan ktrmpilan brpikr kritis siswa pada materi alat optik peljaran fisika..
bagus postingnya
bagus artikelnya
kq daftar pustakanya gak di cantumin..
saya boleh minta daftar pustakanya gak?? tolong di cantumin donk
Salah satu buku yang membahas tentang Keterampilan Berpikir Kritis secara mendalam adalah buku karangan ROBERT H.ENNIS (1996), University of Illinois, yang berjudul CRITICAL THINKING. Anda dapat membeli buku tersebut di pusat toko buku tradisional Palasari Bandung.
Referensi lain :
Broadbear, J. (2003). Essential elements of lessons designed to promote critical thinking. Journal of Scholarship of Teaching and Learning. Tersedia : http:// http://www.iupui.edu/~josotl/VOL_3/NO_3/broadbear.pdf.
Scriven, M. dan Paul, R. (2007). Defining Critical Thinking. [Online]. Tersedia: http://www.criticalthinking.org/aboutct/define_critical_thinking.cfm.
Assalamuaikum w.r.wb…..
terima kasih atas info nya…
artikel ini membantu saya dalam mencari referensi…
kalau boleh saya minta referensi asli dari Ennis nya…. tentang indikator KBK….
terima kasih….
wassalm…
Salam kenal ! Tulisan anda sangat menarik dan menginspirasi saya dalam mengajar. Terima kasih
Salam kenal kembali. Terimakasih sdh mengunjungi “Fenomena Fisika”.
saya berterima kasih atas saran dan masukan dari anda, masukan tersebut dapat bermanfaat bagi pengatahuan saya sebagai pendidik.
terimakasih atas masukannya dan saya ingin memperluas pengetahuan saya tentang cara mendidik peserta didik.
terimakasih atas postingan anda dan saya minta saran bagaimana cara membuat anak didik lebih berkembang.
Sadarkah kita, sebagai pendidik kita seringkali melimpahkan kesalahan pada siswa bila tujuan pembelajaran yang kita lakukan dikelas tak tercapai. Ini bukanlah hal yang dapat dikatakan bijak. Tugas siswa adalah belajar dengan baik. Siswa akan lebih memilih mempelajari sesuatu (materi) yang menurut mereka menarik, penting, dan bermakna. Guru setiap saat bisa saja memberikan motivasi dan bimbingan agar siswa belajar, namun saya yakin hal ini tidak terlalu banyak berpengaruh pada pola belajar siswa bila siswa merasa materi yang harus dipelajari dirasa tidak menarik dan kurang penting. Mari kita tinjau dari sisi lain, kalau tadinya kita selalu menjadikan siswa sebagai objek yang harus selalu dimanipulasi sedemikian rupa sehingga diharapkan mereka dapat menerima pelajaran dengan baik, sekarang yang harus kita manipulasi dan kita kembangkan adalah pedagogi guru dan materi yang akan diajarkan. Mari kita renungkan, sudahkah kita memiliki kemampuan menyampaikan materi dengan baik? Sudahkah kita berusaha mengolah/memanipulasi materi yang akan disampaikan sehingga menjadi menarik dan penting untuk dipelajari?. Saya yakin, sebagian besar dari kita pasti hanya menyampaikan materi sesuai dengan teks buku yang kita baca (yang kita jadikan acuan) dengan metode/media penyampaian sekedarnya dan alakadarnya. Kita tidak pernah berusaha meramu materi itu menjadi sesuatu yang berbeda, menarik dan memotivasi (misalnya dengan menyertakan animasi/simulasi, multimedia interaktif, dll). Kita juga cenderung enggan mengembangkan kemampuan pedagogi kita karena merasa sudah cukup baik dan memuaskan bagi siswa. Sekali lagi, siswa bukanlah robot yang siap menampung segala informasi yang diterimanya. Hanya informasi yang menarik dan bermakna yang disampaikan dengan penyampaian yang baik yang akan bertahan pada long term memory siswa. Sesuatu yang “seadanya” dan disampaikan dengan “alakadarnya” mustahil menghasilkan sesuatu yang “luar biasa”. (Demikian pandangan yang bisa sy berikan)