Keterampilan Berpikir Kreatif (Bagian 1)

Secara umum berpikir dapat didefinisikan sebagai suatu proses kognitif, yaitu suatu kegiatan mental untuk memperoleh pengetahuan. Dalam proses berpikir terjadi kegiatan yang kompleks, reflektif dan kreatif (Preissen dalam Costa: 1985) Keterampilan merupakan suatu kemampuan melakukan sesuatu dengan baik. Kinerja keterampilan meliputi pengetahuan mengenai yang harus dilakukan, kapan dilakukan, dan bagaimana melakukannya.

Keterampilan berpikir adalah keterampilan-keterampilan yang relatif spesifik dalam memikirkan sesuatu yang diperlukan seseorang untuk memahami suatu informasi (gagasan, konsep, prinsip, teori, dsb), memecahkan masalah dan sebagainya. Pengetahuan dan keterampilan berpikir merupakan suatu kesatuan yang saling menunjang. Keterampilan berpikir dapat dikelompokkan menjadi keterampilan berpikir dasar dan keterampilan berpikir kompleks. Novak (1985) mengemukakan bahwa proses berpikir dasar merupakan gambaran dari proses berpikir rasional yang mengandung sekumpulan proses mental dari yang sederhana menuju yang kompleks (Liliasari, 1997).

Pengertian kreativitas dapat dijelaskan melalui berbagai dimensi antara lain dimensi pribadi (person), dimensi proses, dimensi produk, dan dimensi  pendorong (press). Berdasarkan dimensi pribadi, kreativitas merupakan sesuatu yang unik dari kepribadian seseorang; hasil dari interaksi antara intelegensi, gaya kognitif dan kepribadian/motivasi, sedangkan dari dimensi proses, proses kreatif (ilmiah) meliputi merasakan adanya masalah, membuat dugaan, menguji dugaan, dan menyampaikan hasilnya. Berdasarkan dimensi produk, kreativitas adalah suatu ciptaan yang baru (original) dan bermakna, yang relatif berbeda dengan yang telah ada sebelumnya, baik berupa gagasan gagasan maupun karya nyata. Pengertian kreativitas dari segi pendorong (press) menjelaskna bahwa kreativitas adalah hasil dari interaksi antara dorongan internal maupun dorongan eksternal (lingkungan). Ini berarti bahwa kemampuan kreatif dapat ditingkatkan melalui pendidikan.

Berpikir kreatif menurut Lawson (1980) dimaknai sebagi suatu proses kreatif, yaitu merasakan adanya kesulitan, masalah, kesenjangan informasi, adanya unsur yang hilang, dan ketidak harmonisan, mendefinisikan masalah secara jelas, membuat dugaan-dugaan atau merumuskan hipotesis tentang kekurangan-kekurangan, menguji dugaan-dugaan tersebut dan kemungkinan perbaikannya, pengujian kembali atau bahkan mendefinisikan ulang masalah, dan akhirnya mengkomunikasikan hasilnya.

Berpikir kreatif menurut Perkins (1985) adalah kemampuan untuk membentuk kombinasi gagasan baru, untuk memenuhi suatu keperluan atau untuk  memperoleh suatu hasil (produk) yang asli dan sesuai dengan kriteria pokok pertanyaan. Menurut Liliasari (1999), keterampilan berpikir kreatif adalah kemampuan untuk mengembangkan atau menemukan ide atau hasil yang asli, estetis dan konstruktif, yang berhubungan dengan pandangan dan konsep serta menekankan pada aspek berpikir intuitif dan rasional; khususnya  dalam menggunakan informasi dan bahan untuk memunculkan atau menjelaskannya dengan perspektif asli pemikir.

Tyler (Karlinah: 1999) berpendapat bahwa pengalaman atau pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa  untuk memperoleh keterampilan-keterampilan dalam pemecahan masalah akan mewujudkan pengembangan kemampuan berpikir. Oleh karena itu mengajar untuk berpikir berarti memberikan kesempatan kepada siswa untuk untuk melatih penggunaan konsep-konsep dasar untuk berpikir. Pengalaman ini diperlukan agar siswa memiliki struktur konsep yang dapat berguna dalam menganalisis dan mengevaluasi suatu permasalahan. Keterampilan berpikir selalu berkembang dan dapat dipelajari (Nickerson dalam Liliasari: 1999).

Menurut Susianna (2003), perkembangan optimal dari kemampuan berpikir kreatif peserta didik dalam lingkungan pembelajaran berhubungan erat dengan cara guru mengajar. Pola pengajaran dan interaksi yang lebih memberi kepercayaan, penghargaan dan dorongan terhadap kemampuan peserta didik untuk mencari pemecahan masalah dari setiap kasus pengajaran yang dihadapi akan lebih membangkitkan keberanian untuk mencoba, mengemukakan dan mengkaji gagasan atau cara-cara baru yang merupakan benih terciptanya kemampuan kreativitas. Dalam hal ini peran utama pendidik antara lain adalah mengembangkan sikap dan kemampuan peserta didik yang dapat membantu untuk menghadapi persoalan-persoalan dimasa yang akan datang secara kreatif dan inovatif.

Model siklus belajar menurut Lawson (1980) dalam Susianna (2003) ada tiga tingkatan, yaitu:

  1. Menguatkan antisipasi dan  ekspektasi (pengharapan)

Tujuan mendasar pada tahap pertama ini yaitu mempertinggi antisipasi dan pengharapan untuk mempersiapkan siswa membuat hubungan yang jelas antara yang diharapkan dari belajar dengan sesuatu yang berarti dalam hidupnya. Inti pada tahap ini adalah guru harus: menciptakan hasrat ingin tahu, meningkatkan ansisipasi dan pengharapan, mendapat perhaatian, mengembangkan keingintahuan, menggelitik  imajinasi dan memberi tujuan dan motivasi

  1. Menggali permasalahan, memperoleh  informasi lebih, mengenal harapan yang sebelumnya tidak diharapkan.
  2. Melakukan sesuatu dengan informasi baru yang sedang dan akan dicari.

Indikator keterampilan berpikir kreatif yang patut dimiliki untuk   dikembangkan siswa berkaitan dalam model pembelajaran ini meliputi membangkitkan keingintahuan dan hasrat untuk tahu, memandang informasi yang sama dari sudut pandang yang berbeda, meramal dari informasi yang terbatas, memilih hal-hal yang mungkin tidak relevan, dan membangun di atas pengetahuan yang telah ada pada siswa

(Red.)

2 Responses to Keterampilan Berpikir Kreatif (Bagian 1)

  1. Herra Risdiana berkata:

    referensinya plisss??

  2. sono berkata:

    dua tingkatan lainnya mana mengenai siklus belajar dari Lwason? itu kan baru satu tingkatan. Ditunggu ya ….

Tinggalkan komentar