PENGARUH ANOMALI SUHU MUKA LAUT (SML) SAMUDERA PASIFIK TERHADAP CURAH HUJAN PROPINSI BENGKULU

Oleh : Irkhos & M.Sutarno

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh korelasi antara kejadian perubahan anomali suhu muka laut (SML) wilayah nino-3 terhadap Curah Hujan di Provinsi Bengkulu sehingga dapat digunakan dalam penentuan awal musim bercocok tanam untuk mengoptimalkan hasil pertanian. Metode yang digunakan adalah sistem Adaptif Neoro Fussy Inference system (ANFIS). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ASML Samudera Pasifik tidak berkolerasi kuat terhadap curah hujan propinsi Bengkulu dengan koefisien korelasi sebesar 0,6. Hasil ini dapat diinterpretasikan bahwa perubahan anomali suhu muka laut samudera Pasifik tidak berkolerasi kuat terhadap curah hujan di propinsi Bengkulu. Faktor lokal lebih dominan mempengaruhi curah hujan di propinsi Bengkulu.


I. PENDAHULUAN

Propinsi Bengkulu terletak pada pantai barat pulau Sumatera dengan posisi 10101’ – 104 046’ Bujur Timur dan 2016’ – 50 13’ Lintang Selatan, yang membujur sejajar dengan bukit barisan dan berhadapan langsung dengan Samudera Hindia. Sedangkan dalam skala nasioanal posisi geografis Indonesia terletak di antara Samudera Hindia dan Samudera Pasifik dan di antara Benua Asia dan Benua Australia serta berada pada ekuator. Kondisi ini menyebabkan cuaca, musim dan iklimnya dipengaruhi oleh sirkulasi atmosfer global, regional dan lokal, seperti sirkulasi utara-selatan (Hadley), sirkulasi barat-timur (Walker) dan sistem angin lokal. Gangguan terhadap salah satu sistem sirkulasi ini akan mempengaruhi cuaca dan iklim di Indonesia (Dupe, 2000).

Penelitian tentang prakiraan musim/iklim berkembang secara pesat. Tersedianya komputer yang canggih memungkinkan hitungan yang komplek dilakukan secara cepat dan tepat. Prakiraan musim, baik secara perwilayahan maupun global sedang berkembang, seperti di Australia oleh pusat-pusat Penelitian Biro Meteorologi. Departemen Industri Queensland, Divisi Penelitian Atmosfer dan Kelautan CSIRO, perguruan tinggi dan badan-badan pemerintah di Amerika Serikat. Sejumlah pusat kajian dan informasi iklim seperti Lembaga Kajian Internasional Prakiraan Iklim IRI, Badan Administrasi Atmosfer dan Kelautan NOAA, Pusat Cuaca Nasional NWC dan Pusat Kajian Nasional Atmosfer NCAR. Di Eropa seperti pusat prakiraan untuk jangka menengah ECMWF dan Pusat Hadley di Inggris untuk Penelitian dan Prakiraan Iklim (Lan J. Partridge, 2002).

Penelitian iklim di Indonesia sejak beberapa tahun lalu menyimpulkan adanya tekanan atmosfer tinggi di Indonesia selama 6 bulan pertama yang kemudian diikuti dengan kondisi curah hujan di bawah harga rata-ratanya pada 6 bulan berikutnya. Ahli iklim lainnya mengembangkan model sederhana untuk prakiraan regional dan hujan musiman. Ber Lage 1927 untuk curah hujan tipe monsum di Pulau Jawa, De Boer 1947 untuk awal dan akhir musim kemarau di Pulau Jawa dan Madura serta Sulawesi dan Kalimantan Selatan, Reesincik 1952 untuk awal musim hujan di Pulau Jawa.

BMG mulai memberikan informasi prakiraan curah hujan musiman untuk sekitar 100 daerah prakiraan musim (dpm) secara nasional. Pembagian dari daerah prakiraan musim tergantung pada distribusi dari catatan stasiun penakar hujan, sehingga 63 dpm berada di Pulau Jawa, 14 dpm di Pulau Sumatera, 11 dpm di Pulau Bali dan Nusa Tenggara dan 2-3 dpm di Pulau Kalimantan, Maluku, Sulawesi dan Irian Jaya (Lan J. Partridge, 2002).

Nichols 1981 dari Pusat Penelitian Biro Meteorologi Australia BRMC memperlihatkan bahwa variabilitas awal musim hujan di kepulauan Indonesia dapat diprakirakan dari simpangan tekanan udara dan hal ini berhubungan dengan suhu muka laut (SML). Modelnya merupakan korelasi curah hujan di Jakarta selama September-November dengan tekanan udara di Darwin di bulan Agustus. Anomali Suhu Muka Laut (ASML) berkaitan dengan El- Nino dan La Nina.

Prakiraan iklim secara terperinci sampai ke wilayah-wilayah masih sangat sedikit. Penelitian tentang iklim masih dalam cakupan wilayah yang luas padahal penelitian di tiap-tiap wilayah sangat dibutuhkan untuk menunjang pembangunan di berbagai bidang, termasuk bidang pertanian (Sulistya, 2001).

Metoda Adaptive Neuro-Fuzzy Inference Systems (ANFIS) dikembangkan oleh Jang (1997) merupakan metoda matematis yang didasarkan pada teori logika samar (Fuzzy Logic) yang dapat digunakan untuk memperkirakan parameter iklim. Berdasarkan hasil penelitian, metode ANFIS dapat digunakan untuk memperkirakan secara akurat fenomena iklim karena data iklim di masa lampau tidak teratur (chaotic) (Irkhos, 2005).

II. METODE PENELITIAN

2.1. Data Penelitian

Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder anomali suhu muka laut rerata bulanan dari tahun 1955 hingga 2005 pada daerah Niño-3 (50 LU – 50 LS) (1500 BB – 900 BB) yang di peroleh dari internet dan bersumber dari NOAA Prediction Center (www.cdc.noaa.gov). dan data curah hujan Provinsi Bengkulu dari tahun 1955 hingga 2005 yang bersumber dari BMG Bengkulu.

2.2. Pengolahan Data

Metode yang digunakan adalah rekayasa perangkat lunak sistem kesimpulan samar jaringan syaraf adaptif (ANFIS). Tahapan yang dilakukan adalah analisis, implementasi pada ANFIS, korelasi, dan pengujian (validasi). Pada tahap analisis akan diidentifikasi data masukan dan data keluaran. Tahap selanjutnya yaitu implementasi pada ANFIS. Selanjutnya program tersebut diuji pada tahap pengujian serta dilakukan validasi hasil.

2.2.1. Analisis Data

Dalam analisis data, dilakukan tahapan sebagai berikut:

a. Identifikasi Data

Identifikasi data dititikberatkan pada analisis periodisitas data anomali suhu muka laut dan analisis periodisitas data curah hujan Provinsi Bengkulu.

b. Identifikasi data masukan

Data masukan adalah data rerata bulanan dari tahun 1955 hingga 2005 anomali suhu muka laut di wilayah Niño-3 selama kurun waktu tersebut, dan data curah hujan Propinsi Bengkulu selama waktu tersebut.

c. Identifikasi keluaran

Data keluaran adalah grafik yang memperlihatkan periodisitas waktu terjadinya perubahan anomali SML wilayah nino-3 serta curah hujan variasi bulanan propinsi bengkulu. Hasil ini dikorelasikan satu sama lain untuk memperoleh hubungan perubahan anomali SML samudera Pasifik wilayah nino-3 terhadap curah hujan di Bengkulu. Kemudian dilakukan prakiraan curah hujan ke depan dengan menggunakan data keluaran validasi sebagai pembangkit keluaran sistem samar.

2.2.2. Metode Pengolahan Data

Data diolah dengan proses sebagai berikut :

Sebelum diproses dengan ANFIS data disusun menurut variasi rerata bulanan dan dinormalisasi dengan persamaan berikut :

dengan un adalah data normalisasi, u adalah data, umin adalah data terendah, umaks adalah data tertinggi. Untuk memperoleh nilai anomali suhu muka laut maka digunakan persamaan :

Selanjutnya data dibagi menjadi dua bagian yaitu 2/3 data untuk proses pembelajaran sedangkan 1/3 data terakhir untuk validasi hasil perhitungan. Hasil yang memiliki kesalahan kecil dianggap layak, berdasarkan proses validasi dengan data terukur. Untuk prakiraan kedepan, maka seluruh data digunakan sebagai data pembelajaran. Data keluaran validasi merupakan data yang secara umum mewakili periodisitas data. Kelayakan hasil prakiraan dinyatakan berdasarkan besarnya kesalahan rata-rata hasil proses ANFIS.

2.2.3. Metode Penafsiran dan Penyimpulan Hasil Penelitian

Setelah diperoleh bulan-bulan terjadinya perubahan anomaly SML samudera Pasifik wilayah nino-3 menggunakan Sytem Fuzzy, kemudian dikorelasikan dengan intensitas curah hujan pada bulan tersebut menggunakan ANFIS. Data ini digunakan untuk prakiraan awal musim hujan sehingga dapat ditentukan awal musim bercocok tanam yang tepat.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Iklim di Indonesia dapat dibagi menjadi tiga yaitu pola moonson, pola ekuatorial dan pola lokal. Pola Moonson dicirikan oleh bentuk pola hujan yang bersifat unimodal (satu puncak musim hujan). Selama tiga bulan curah hujan relatif tinggi biasa disebut musim hujan, yakni Desember, Januari dan Februari (DJF) dan tiga bulan curah hujan rendah bisa disebut musim kemarau , periode Juni, Juli dan Agustus (JJA), sementara enam bulan sisanya merupakan periode peralihan (tiga bulan peralihan kemarau ke hujan, dan tiga bulan peralihan hujan ke kemarau). Pola ekuatorial dicirikan oleh pola hujan dengan bentuk bimodal (dua puncak hujan) yang biasanya terjadi sekitar bulan Maret dan Oktober yaitu pada saat matahari berada dekat ekuator. Pola lokal dicirikan oleh bentuk pola hujan unimodal (satu puncak hujan) tapi bentuknya berlawanan dengan pola hujan pada tipe moonson.

Letak Propinsi Bengkulu pada pantai barat pulau Sumatera dengan posisi 10101’ – 104 046’ Bujur Timur dan 2016’ – 50 13’ Lintang Selatan, yang membujur sejajar dengan bukit barisan dan berhadapan langsung dengan Samudera Hindia. Faktor lain yang dapat berpengaruh terhadap keragaman iklim Indonesia ialah gangguan siklon tropis. Faktor-faktor di atas akan mempengaruhi curah hujan di wilayah Indonesia.

Dari hasil pembelajaran sistem samar dapat dilihat ASML secara periodik. Puncak-puncak ASML muncul pada selang waktu-waktu tertentu yang berulang. Pada waktu terjadi puncak-puncak ASML sebagian besar wilayah Indonesia terjadi musim kemarau, namun terdapat beberapa wilayah di Indonesia terjadi musim hujan. Berdasarkan visualisasi data curah hujan di propinsi Bengkulu dari tahun 1977 sampai dengan 2006, kenaikan ASML tidak diikuti dengan penurunan curah hujan secara signifikan. Hal ini bisa disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya lebih dominannya pengaruh Samudera Hindia serta pengaruh faktor lokal seperti topografi bengkulu. Namun ketika perubahan ASML yang ekstrim (pada puncak-puncak dan berlangsung lebih dari 2 bulan) maka terlihat perubahan yang cukup signifikan terhadap ASML.

Berdasarkan pengalaman kejadian kekeringan dari tahun 1960, ditemukan bahwa kejadian kekeringan tidak selalu bersamaan dengan El-Nino. Sebagai contoh tahun 1961, 1967 dan 1977 hampir sekitar 75% wilayah Indonesia mengalami curah hujan di bawah

normal namun tahun-tahun tersebut tidak tercatat sebagai tahun El-Nino. Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh lokal pada kondisi tertentu dapat mengalahkan pengaruh El-Nino. Namun demikian secara umum terjadinya El-Nino selalu diikuti oleh kejadian kekeringan di Indonesia. Pengamatan El-Nino periode 1896-1987 diperoleh bahwa untuk setiap peningkatan anomali suhu muka laut di daerah Nino-3, curah hujan regional di Indonesia turun sekitar 60 mm. Curah hujan regional berkurang dari kondisi normal apabila suhu muka laut di Nino-3 naik hingga mencapai 1.8 oC di atas normal.

Berbeda dengan fenomena El Nino, pada saat La Nina terjadi periode musim hujan DJF seluruh wilayah Indonesia mengalami periode basah bahkan di beberapa wilayah jumlah hujan yang terjadi meningkat secara nyata, hal ini berlanjut hingga JJA, pada periode yang seharusnya musim kemarau, di Indonesia masih basah. Peningkatan curah hujan tahunan pada kondisi La Nina kuat berada di atas normal.

Prediksi ASML yang divisualisasikan untuk 6 bulan, prediksi ASML yang dianalisis hanya prediksi untuk 1 bulan terakhir, hal ini didasarkan atas eror yang semakin besar untuk prediksi lebih dari 6 bulan. Dari gambar dapat dilihat adanya perubahan ASML di wilayah Nino 3 pada 5 bulan pertama, kondisi ini diikuti dengan meningkatnya curah hujan disebagian besar wilayah Indonesia, pada prediksi curah hujan bulan keenam yang merupakan prediksi yang digunakan terlihat antara ASML dan curah hujan tidak berkolerasi kuat. Dari data curah hujan di propinsi bengkulu (terlampir) terlihat bahwa peningkatan curah hujan tidak berkolerasi kuat dengan penurunan ASML samudera Pasifik zona Nino-3 dengan koefisien korelasi sebesar 0,6.

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan analisis data dan interpretasi hasil dapat disimpulkan bahwa perubahan ASML Samudera Pasifik wilayah Nino 3 tidak signifikan mempengaruhi perubahan curah hujan di proponsi Bengkulu dengan koefisien korelasi sebesar 0,6. Untuk penelitian kedepan disarankan menggunakan metode dinamis dengan memasukkan faktor-faktor lokal sebagai variabel data, seperti kecepatan angin, tekanan udara, dan topograf

DAFTAR PUSTAKA

Adiningsih, E.S., 1998, “Pemanfaatan Data Suhu Permukaan Laut dari Satelit untuk Analisis Klimatologi di Daerah Tropik”. Jakarta; Prosiding Seminar Aplikasi Penginderaan Jauh untuk Kelautan.

Avia, L.Q. dan Hidayati, R., 2001, “Dampak Peristiwa Enso Terhadap Anomali Curah Hujan di Wilayah Indonesia Selama Periode 1890-1989”. Jurnal LAPAN, vol. 3, no. 2.

Cane, M.A., S.E. Zebiak, and S.C. Dolan, 1986, “Experimental Forecast of El-Nino”. Nature, vol. 321, p. 827-832.

Glantz, M.H., 1998, “Forecasting El-Nino Sciences Gift to the 21st Century”. http://www.dir.ucar.edu/esiq/elnino/glantz1.html.

Irkhos., 2005, “Prediksi El-Nino dan La-Nina Menggunakan Logika Samar”. Jambi: Prosiding Semirata Wilayah Barat.

Jang, J.S.R., 1997, “Neuro-Fuzzy and Soft Computing” USA; Prentice Hall International, Inc.

Siswanto, B., 1999, “Simulasi Fenomena ENSO Berbasis Model Sirkulasi Global”. Jurnal LAPAN, vol. 1, no. 3.

7 Responses to PENGARUH ANOMALI SUHU MUKA LAUT (SML) SAMUDERA PASIFIK TERHADAP CURAH HUJAN PROPINSI BENGKULU

  1. thi berkata:

    boleh minta jurnal LAPAN yang dipake ini Avia, L.Q. dan Hidayati, R., 2001, “Dampak Peristiwa Enso Terhadap Anomali Curah Hujan di Wilayah Indonesia Selama Periode 1890-1989”. Jurnal LAPAN, vol. 3, no. 2.

    • fisika21 berkata:

      Terimakasih sudah menghubungi FENOMENA FISIKA.
      Coba anda hubungi penulis utama dalam artikel tersebut, Bp Irkhos, M.Si di : 085266581304

  2. satria berkata:

    Assalamualaikum.
    wah..suksws bwt dosen satria yang satu ini,he……..
    blog ny keren…

  3. Saprudin-fisika berkata:

    bagus euy blog na boz………penelitiannya bagus tu…….he he he……..wah lebih bagus kalo ada jurnal-jurnal buat melengkapi tugas kuliah…..

  4. yerizan berkata:

    Kawan,,,,yang rajin ya mengisi webnya..usaahakan semua yang diinginkan pembaca gratis…biar jadi amal kita untuk di akhirat kelak….tapi awal lho,jangan diisi situs porno

  5. yudi berkata:

    Wedeh dah rajin ngeblog nih pak dosen 😀

Tinggalkan Balasan ke yerizan Batalkan balasan